Bg

Berita - FUD -

Wajah Islam di Televisi Kita

9 September 2022

Tayangan religi yang marak di televisi kita memantik Inaya Rakhmani melakukan riset ketika menempuh studi doktoral di Murdoch University, Australia. Disertasinya itu kemudian diterbitkan Mizan dengan judul “Pengarusutamaan Islam di Indonesia; Televisi, Identitas, dan Kelas Menengah”. Sebelumnya, buku Inaya diterbitkan Palgrave Macmillan dengan judul Mainstreaming Islam in Indonesia.

Robert W. Hefner menyebut karya Inaya Rakhmani itu sebagai salah satu dari sedikit buku terbaik tentang studi Indonesia dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.

Menyadari betapa penting dan menariknya buku Inaya Rakhmani, Himpunan Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta mengadakan diskusi buku tersebut via zoom (02/09/2022). Hadir sebagai narasumber: Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia dan Direktur Asia Research Center UI, Inaya Rakhmani, Ph.D, Koordinator program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, Abraham Zakky Zulhazmi, M.A.Hum, dan dosen UIN Salatiga, Rifqi Fairuz, M.A.

Pada buku Inaya dibahas bahwa televisi telah mendemokratisasikan hubungan ulama/ustad dengan jamaah (umat Islam). Juga dibahas bagaimana kelas menengah memberi dampak terhadap dakwah komersial dan media, serta bagaimana terjadi simbiosis mutualisme antara kecemasan kelas menengah Muslim dan kekuatan pasar. Dikupas pula posisi media (televisi) yang berelasi dengan identitas penonton.

Inaya menghadirkan istilah “supermarket dakwah” untuk tayangan-tayangan religi di televisi. Sebagaimana supermarket, penonton bebas memilih dan mengambil tayangan sesuka mereka, sesuai selera dan kebutuhan. Penonton bisa memilih sinetron religi, talkshow keagamaan, musik dakwah, lomba dakwah, zikir akbar atau tayangan realitas supranatural seperti Dunia Lain, Uji Nyali dan sejenisnya.

Menurut Zakky, buku Inaya Rakhmani adalah buku yang kaya data, bahkan sampai detail terkecil. Hal itu menunjukkan kualitas buku tersebut. Ia menyebut buku itu adalah contoh sebuah hasil riset doktoral yang ditulis dengan tekun. Sementara itu, Fairuz mengaku tepantik untuk melanjutkan studi (S3) setelah membaca buku Inaya Rakhmani. Menurtnya, tema buku Inaya cocok dengan generasi milenial yang memang tumbuh bersama tanyangan televisi. Berbeda dengan generasi Z yang lebih akrab dengan internet

“Buku Pengarusutamaan Islam di Indonesia; Televisi, Identitas, dan Kelas Menengah sukses merekam geliat tayangan religi di televisi Indonesia. Terdapat fakta-fakta menarik yang disajikan di Inaya Rakhmani. Misalnya ketika ia menjelaskan tentang acara lomba dakwah yang pertama kali tayang di televisi, yakni di stasiun televisi TPI dengan program bernama DAI pada tahun 2005. Inaya juga menunjukkan data bahwa penonton terbesar tayangan religi di televisi adalah perempuan kelas menengah usia 30-an,” terang Zakky.

Tayangan religi di televisi Indonesia diproduksi dengan biaya relatif rendah, namun ratingnya tinggi (bahkan sinetron religi dapat tayang di waktu primetime). Fakta tersebut menghadirkan banyak pengiklan, terutama produk-produk yang dikonsumsi kelas menengah. Hal itulah yang disebut Inaya sebagai mekanisme komersial yang mengarusutamakan Islam. Artinya tayangan religi di Indosesia menjamur tidak semata-mata karena jumlah besar penduduk beragama Islam, namun juga karena dukungan pasar (pengiklan)

Pada sesi tanya jawab muncul banyak pertanyaan menarik. Misalnya: bagaimana masa depan tayangan religi di televisi, ketika penetrasi internet semakin kuat. Juga muncul pertanyaan, kenapa sinetron Azab sangat diminati masyarakat dan apa dampak tayangan tersebut. Selain itu, seorang peserta bertanya bagaimana tayangan religi di televisi luar negeri, misal di Timur Tengah atau di Asia, apakah sama riuhnya dengan Indonesia?

Kegiatan diskusi buku yang dilakukan secara virtual itu diikuti 150 peserta. Terwujudnya kegiatan diskusi buku adalah sebagai follow up MoA antara FUD dan Mizan. “Diksusi buku penting untuk memantik nalar kritis mahasiwa dan meng-update pengetahuan,” ujar Dr. Islah, dekan FUD UIN Raden Mas Said Surakarta.

Tulisan ini tayang di Solopos, 9 September 2022